Rabu, 07 Mei 2008

poes apoes

Malam Rahasia

bila bening mata
menjalar bersama zikir ke angkasa
hujan akan turun membasahi udara
penuh rahasia

bila malam menggigil
tanpa purnama
bintang-bintang akan bertegur sapa
sambil menyanyikan kidung cinta
pada semesta

hingga kau dan aku
sama sama terluka

Gowok, 22-01-07/Cabean, 09-01-08

Engkau Masih Menari

malam segigil ini
engkau masih menari
bersama ombak-ombak kecil

bulan tak sepenuhnya terbenam
cahayanya merunduk
seperti bunga-bunga menatapi senja

lalu kau berlari
menaiki dermaga
menari selentur buih-buih putih
hingga bayang-bayangmu menghilang
bersama jejak bulan

dan laut tak lagi punya penghuni

Yogyakarta, 2007-2008

Episode Sunyi

bila bulan dan matahari
tak lagi sanggup menuturkan bahasa musim
akan kutulis tubuhmu
menjadi sajak-sajak

ingin kubaca engkau
pada semilir angin pancuran cahaya
gemeretak daun-daun
dan bening nilam air mata

agar bila sampai pada penyair
engkau hadir tanpa suara
tapi mengalir inti cuaca

lalu kupeluk adamu
pada ketiadaanku

Yogyakarta, 2006

Malioboro Malam Hari

ketika desau angin mati
senyummu menelusup halus di bibirku
menjadi puisi
yang tak pernah mati

masih saja sepi
kuucapkan selamat malam
kepada siapa saja yang berjalan
di atas tubuhmu
tanpa nyala api

tuhan, malam ini aku terperangkap

Malioboro, 2007

Sebelum Senja

sebelum senja
kau masuki pematang sawah
membacakan sajak-sajak rumput

masih tak sampai hati aku
melukai tubuhmu, katamu
serupa bahasa burung-burung
saat mencerca capung-capung

padi mulai merunduk
lebih kuning dari usiamu
yang kian hening

kau seret tubuhmu ke tepi sungai
lalu mencebur bersama ikan-ikan
menjadi bunga-bunga
mengalir hingga di laut lepas

dan senja benar-benar sempurna

Yogyakarta, 2006

Parangtritis 2

ini senja pertama
sebuah prosa mengetuk dadaku
gerimis baru saja reda
udara terasa asin
pasir-pasir putih membeku
seperti rinduku melaut biru
kapal-kapal berdatangan
mengajakku berlayar

Madura, kutemukan dirimu
pada ombak yang selalu pasang

Yogyakarta, 2007-2008

Lagu Perjalanan

perjalanan ini kumulai
ketika fajar melepas matahari
kuucapkan selamat pagi pada bunga bunga

di ubun daun daun
kidung embun mengalun
burung burung berdendang
mengiringi bayangku menuju dermaga
laut biru senggama dengan perahu

dan aku akan berlayar
membawa manik manik air mata ibu
mendaki tangga mata
selendang biru cakrawala

kalau saja bagaskara tergesa gerhana
bintang bintang akan bercahaya
dan purnama akan terbit
dari doa ibu yang telaga

selepas itu aku pasti kembali
dengan warna pelangi sejuta prasasti

Yogyakarta, 2006

Sepasang Rajawali

sepasang rajawali mencakar dadaku di pembaringan
habis mataku terpejam
ia menghilang
padahal aku masih belum bertanya
siapa yang mengajarinya terbang?

Yogyakarta, 2007

Belajar Menari

aku sedang belajar menari, ibu
tarian yang lebih halus dari gerak angin
dan lebih panas dari bara api

lihatlah,
rambutku mulai terurai
serupa daun-daun jannah
yang melambai ke muara sungai
ada ikan emas menatapku cemburu
burung-burung kehabisan kicau

ah, engkau meniup seruling untukku, Ibu
tanganku kembali gemulai
mungkin lebih indah dari kuncup bunga-bunga
di taman

seekor kupu-kupu biru hinggap di leherku
aku lunglai, barangkali inilah tarianku yang penghabisan
aku belajar menari, Ibu
sekali lagi, kepada Rumi

Yogyakarta, Juni 2007

Ketika Rumi Menari

rumi, engkaukah yang bersajak di malam sunyi
sampanku bergetar
burung-burung tiba-tiba berkicau
memangsa cakrawala
kutemukan bintang gelisah

karena rumi menari-nari
mengajari daun-daun bernyanyi
ketika ku dekat, engkau pekat
aku pun lelap
dalam peluk laut yang menggeliat

Yogyakarta, 2007

Cerita Buat Ibu

tadi malam aku bermimpi
bulan dan matahari berpelukan

bulan kehabisan cahayanya
sedang matahari semakin ganas
menancapkan kejantanannya
pada celah-celah gulita

ada gerimis yang begitu lembut
dari kabut tipis yang berwarna tanah basah
bulan tersungkur di sana

"ibu, apa yang bisa kau tafsiri
tentang peristiwa kecil ini?"

ibu membelai rambutku pelan
sambil menembangkan syair-syair hujan
dan kurasakan pecahan air matamu
hangat di lenganku

Yogyakarta, Juni 2007

Ziarah

mampir di sekujur tubuhmu
dini hari
sederet buah manggis
menyambutku serupa gerimis

lidah ini ingin mencicipi
tapi dingin jalan panjang perjalanan
memaksaku kembali
menafsiri ayat-ayat sunyi
di kelopak matamu yang rubi

Yogyakarta, 2007

Pada Malam Pertama

lewat celah jendela
angin itu bersabda
tentang cinta

pada malam pertama
napasmu menjatuhkan setetes anggur
membasahi secarik luka yang bercahaya
di dada

bulan dan bintang-bintang
tidur sempurna

Yogyakarta, 2007

Tidur Panjang
- bersama Achmad Muklish Amrin

tidur panjang
yang meninggalkan mimpi matahari
mekar kembang harapan,
harapan ikan ikan

di bibir laut
camar ingin menuntaskan risau
langit musnah

aku temukan matamu
menyampaikan risalah luka,
dan aku kembali ke laut
melukis bintang karteka
di rentang fajar

o, tidur panjang
gelisah ini tak akan selesai

Yogyakarta, 2006-2007

Nostalgia Kupu Kupu

dalam semedi
aku tinggalkan berpuluh matahari
menafsiri bulu-bulu di punggungku
yang terus memanjang
memecah ruang

angin subuh telanjang
aku pun belajar terbang
melewati bunga-bunga di taman
bibir kita saling kecup,
kuncup itu menua lalu rekah
dzikir-dzikir cinta
semerbak ke angkasa

segala mata gelisah
menyimpan rahasia
namun tangan dingin bocah kecil
segera menyergap mataku
di kelopak seroja

cahaya beringsut di utara
bumi kehilangan mantra
awan hitam berhamburan
menuliskan risalah luka

aku kupu-kupu tanpa mata
merindu cerita bunga
di ujung rambut-rambut panjang
irisan pohon pisang

Yogyakarta, 2007

Melewati Siang

kita kembali meninggalkan
bukit-bukit biru di timur
matahari menyala di batas kaki langit
menuntaskan bunyi burung-burung dalam rimba

di sekujur tubuhmu
sungai-sungai mengalir
aku bayangkan bagaimana rasanya jadi ikan
mengajakmu bercinta
membelai rambutmu yang terurai
betapa indah

segalanya tanpa jarak
matamu, mataku, mata gelisah
membungkus anggur rahasia
yang tumbuh dalam air
tanpa cawan selain bibir kita

o, agaknya masih terlalu dingin
rumput-rumput itu menguning
adalah pemberontakan musim
sementara hasrat terlanjur menyala
memberikan muncratan pertama
sedalam kata-kata pujangga

dan ketika tubuh terbaring basah
senja telah memerah di kepala
kita pun bertanya, berapa lama kita bercengkerama?

Yogyakarta, 2007

1 komentar:

Anonim mengatakan...

siiiiiiip, gus.