—bersama Ning Aiem
Ning, sudahkah kau lupa
sua pertama di depan senja
engkau melirik ragu ragu
meski telah kusampaikan
lewat getar jantungku
bahwa sejak saat itu
aku menaruh hasrat padamu
malam bergelayut
kematian begitu khusuk
mencengkram tubuhku
hingga kurasakan haus
dan jalan kemarau begitu panjang
dan tiba-tiba kusaksikan
danau biru di bibirmu
Ning, alirkan senyummu
agar kurasakan dingin
dan izinkan mata ini
menafsiri ayat-ayat tanpa kata
yang mengalir dari aroma tubuhmu
sampai bunga-bunga bakung
bersemi di dadaku
Yogyakarta, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar